kita tentu sudah memiliki gambaran bagaimana seharusnya manusia normal. Sebagaimana yang diajarkan pada biologi dalam kelas, manusia adalah makhluk hidup dengan dua tangan, dua kaki, dua mata, dua telinga, dan memiliki akal budi serta kepintaran yang membedakan manusia dari binatang. Gambaran-gambaran ini sudah ada dalam otak kita sejak kecil sehingga ketika melihat manusia dengan satu tangan atau satu kaki atau bahkan ketika melihat manusia dengan bentuk kecerdasan yang berbeda, kita akan dengan cepat mengategorikan manusia tersebut sebagai tidak normal.
Dalam dunia internasional, orang-orang dengan perbedaan fungsi fisik maupun mental ini biasa disebut dengan disabled people atau penyandang disabilitas. Akan tetapi, sejak akhir tahun 1990-an, kata ini menarik banyak perhatian karena maknanya yang cenderung kasar. Disabilitas merupakan kata yang digunakan untuk menyebut kecacatan atau ketidakmampuan. Padahal, penyandang disabilitas dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat dengan bantuan dan perawatan yang tepat. Karena itu, kini penamaan orang-orang dengan perbedaan fungsi fisik maupun mental bergeser dari dis-ability (ketidakmampuan), menjadi different-ability (orang dengan kemampuan yang berbeda). Kata ini kemudian diserap dalam bahasa Indonesia menjadi difabel.
Kekhususan yang dimiliki oleh anak-anak seharusnya tidak menjadi batasan bagi mereka untuk mengembangkan bakat dan potensi. Karena itu, memperhatikan perkembangan dan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus menjadi urusan yang penting, terutama bagi orang tua. Di Indonesia, lebih dari satu juta ABK tidak mengenyam pendidikan di sekolah (Data Badan Pusat Statistik, 2016). Hal ini semakin mengukuhkan peran penting orang tua untuk membantu ABK mengembangkan potensi ABK tanpa dibatasi oleh kekhususan yang dimiliki anak. Salah satu langkah pertama yang dapat dilakukan oleh orang tua ABK adalah identifikasi kekhususan dan kebutuhan anak. Dengan memahami kondisi anak, orang tua dapat memberikan perawatan yang tepat dan menjadi jembatan bagi ABK untuk mengoptimalkan potensi diri.
Penulis : Habiibati Bestari
Editor : Alwiyah Maulidiyah
Reviewer : Dr. Sawitri Retno Hadiati, dr., MQHC